Jakarta-SarabaNews.com.
Peneliti menyebut konsentrasi Pencemaran Paracetamol (parasetamol) di Teluk Jakarta lebih tinggi ketimbang Pantai di Brazil dan Portugis.
Hal tersebut didapati dari hasil studi pendahuluan (preliminary study) yang berjudul “High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia” dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan University of Brighton (UoB) Inggris.
“Hasil penelitian menunjukkan, jika dibandingkan dengan pantai-pantai lain di belahan dunia, konsentrasi paracetamol di Teluk Jakarta adalah relatif tinggi (420-610 ng/L) dibanding di pantai Brazil (34. 6 ng/L), pantai utara Portugis (51.2 – 584 ng/L),” ungkap Zainal Arifin, salah satu anggota tim peneliti dari BRIN melalui keterangan tertulis, Sabtu (2/10/2021).
Dalam studi tersebut, para peneliti melakukan pengujian kualitas air laut di beberapa lokasi yang sudah tercemar limbah buangan. Pengambilan sampel dilakukan pada empat Teluk di Jakarta dan satu pantai di utara Jawa Tengah. Yakni Teluk Angke, Ancol, Tanjung Priok, Cilincing, dan Pantai Eretan.
Kadar parasetamol di perairan dua Teluk yang berada di Jakarta terdeteksi sebesar 610 ng/L di Muara Sungai Angke dan sebesar 420 ng/L di Muara Sungai Ciliwung Ancol. Kami melakukan dua lokasi utama, yaitu di Teluk Jakarta dan Teluk Eretan, ujarnya. Kosentrasi paracetamol tertinggi ditemukan di pesisir Teluk Jakarta, sedangkan di Teluk Eretan tidak terdeteksi alat,” ujarnya.
Dengan tingkat konsentrasi parasetamol setinggi itu, Zainal khawatir akan risiko lingkungan jangka panjang yang bakal dihadapi oleh organisme laut di Teluk Jakarta.
Zainal menyebut untuk mengetahui secara pasti bahaya tingginya kadar Parasetamol di laut Jakarta terhadap lingkungan masih diperlukan riset lebih lanjut.Efek tinggi kadar paracetamol di laut
“Kami belum tahu, karena memang riset kami baru pada tahap awal. Namun jika konsentrasinya selalu tinggi dalam jangka panjang, hal ini menjadi kekhawatiran kita karena memiliki potensi yang buruk bagi hewan-hewan laut,” ungkap peneliti BRIN Wulan Koaguow yang juga terlibat dalam studi tersebut.
Berdasarkan penelitian di laboratorium, peneliti dari BRIN tersebut menemukan bahwa pemaparan parasetamol pada konsentrasi 40 ng/L telah menyebabkan atresia pada kerang betina, dan reaksi pembengkakan.
Temuan tersebut juga sejalan dengan beberapa hasil penelitian di Asian Timur, seperti Korea Selatan menyebutkan bahwa zooplankton yang terpapar paracetamol menyebabkan peningkatan stress hewan, dan oxydative stress.
Yakni ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan sistem antioksidan, yang berperan dalam mempertahankan homeostasis.
“Penelitian lanjutan masih perlu dilakukan terkait potensi bahaya paracetamol atau produk farmasi lainnya pada biota-biota laut,” ungkap Wulan. (dilansir dari CNNIndonesia, 2/10/2021) RM.