Jakarta-SarabaNews.com.

Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY
) mengajukan diri sebagai pihak tergugat dalam uji materi AD/ART ke Mahkamah Agung (MA).
Hal ini menyusul gugatan empat mantan kader Demokrat ke MA yang diwakili kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra. Namun, dalam gugatannya mereka hanya menggugat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
“Partai Demokrat mengajukan permohonan sebagai pihak termohon intervensi ataupun pihak terkait dalam perkara itu. Partai Demokrat merasa sangat berkepentingan secara langsung atas permohonan tersebut, karena objek yg dimohonkan untuk uji materi adalah AD/ART Partai Demokrat,” kata kuasa hukum Partai Demokrat Hamdan Zoelva, di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin kemarin (11/10/2021).
Hamdan mengakui dalam hukum acara permohonan uji materiil di MA tidak mengenal termohon intervensi atau pihak terkait. Namun demikian, langkah Demokrat ini bertujuan untuk memenuhi prinsip-prinsip peradilan yang terbuka, adil, serta mendengar semua pihak secara seimbang.
“Seharusnya, yang diajukan menjadi termohon dalam permohonan tersebut Partai Demokrat, karena objek yang diuji adalah anggaran dasar Partai Demokrat,” ujarnya.Kata Hamdan, sesuai Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, seharusnya pihak yang menjadi termohon adalah lembaga yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan.
“Nah sementara dalam permohonan itu, diajukan sebagai termohon adalah Menteri Hukum dan HAM. Nah kenapa tiba-tiba Menkumham? Bukan dia yang mengeluarkan peraturan, sementara jadi termohon,” kata dia menambahkan.
Lebih lanjut, ia menduga Yusril tak menyertakan Demokrat sebagai pihak tergugat lantaran ingin menghindari penjelasan dari pengurus partai yang sah.
Hamdan mengaku heran Yusril menggugat Yasonna ke MA hanya karena mengesahkan AD/ART Demokrat. Padahal, kata dia, permasalahan ini harusnya dibawa ke ranah PTUN.
“Jika keberatan atas keputusan Menteri Hukum dan HAM atas pengesahan AD/ART PD, seharusnya diajukan ke PTUN, karena keputusan Menkumham itu sifatnya deklaratif, itu objek gugatan di PTUN yang memiliki kompetensi absolut, bukan uji materiil ke MA,” paparnya.
Jika merujuk UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, kata Hamdan, AD/ART Demokrat bukan sebuah undang-undang yang ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang menurut prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.Hamdan juga menyindir langkah Yusril sebagai hal yang tak lazim. Sebab, menurutnya gugatan tersebut seakan-akan menjadikan AD/ART Demokrat sebagai produk peraturan perundang-undangan.
“Dari batasan itu, AD/ART partai politik termasuk Partai Demokrat jelas bukan peraturan perundang-undangan. Karena bukan norma hukum yang mengikat secara umum, dia hanya mengikat Partai Demokrat dan anggotanya, tidak mengikat keluar,” jelas Hamdan.
Hamdan menjelaskan partai politik bukan lembaga negara. Sehingga, jika ada aturan dalam AD/ART yang dirasa tidak sesuai, maka harus diselesaikan secara internal.
Lebih lanjut, menurut Hamdan, gugatan Yusril ini juga baru pertama kali terjadi di negara demokrasi manapun di dunia.
“Baru kali ini saya mengetahui AD/ART partai politik adalah peraturan perundang-undangan, ini baru pertama saya dengar ini,” kata Hamdan.
Merespons ‘keanehan’ yang disinggung oleh Hamdan, Yusril mengatakan itu bergantung kedalaman analisis pengacara yang ditunjuk Partai Demokrat.
“Kalau analisisnya sambil lalu tentu terlihat aneh. Tetapi kalau dianalisis dalam-dalam justru sebaliknya, tidak ada yang aneh. Yang aneh justru sikap DPP Demokrat sendiri,” kata Yusril melalui keterangan tertulisnya.
Yusril mengatakan materi yang dia uji bukan AD/ART Partai Demokrat ketika berdiri, tetapi AD perubahan tahun 2020. AD perubahan itu menurutnya bukan produk DPP partai manapun termasuk Partai Demokrat.
Mahkamah Agung sendiri telah menerima permohonan dari Partai Demokrat pimpinan AHY untuk menjadi pihak terkait dalam masalah gugatan AD/ART yang diajukan empat mantan kader mereka.”Sesuai UU Parpol, yang berwenang mengubah AD/ART itu adalah lembaga tertinggi dalam struktur partai tersebut. Di PD, lembaga tertinggi itu adalah Kongres. AD Perubahan PD Tahun 2020 bukan produk DPP PD, tetapi produk Kongres PD tahun 2020,” kata Yusril
“Tadi panitera menyampaikan bahwa permohonan dari pimpinan Partai Demokrat dan penasihat hukum akan segera disampaikan pada pimpinan Mahkamah Agung,” kata Kabiro Hukum dan Humas MA Soebandi di Gedung MA, Jakarta, Senin kemarin (11/10/2021).
MA, katanya, telah menerima uji materiil AD/ART dari empat mantan kader Demokrat sejak 14 September 2021. Prosesnya saat ini dalam tahap penunjukan majelis hakim.
Soebandi mengatakan ini bukan kali pertama MA menangani masalah mengenai kisruh internal partai. Ia memastikan MA bakal bekerja independen dalam memproses permohonan ini. Terlebih, tidak ada hakim MA yang bertemu dengan pihak-pihak yang berperkara dalam masalah ini.”Kemudian Insya Allah nanti kita percayakan kepada Majelis Hakim Agung untuk memutuskan perkara Judicial Review tersebut,” tuturnya.
“Tidak ada mengganggu independensi daripada majelis hakim. Kewenangan sepenuhnya ada di Majelis Hakim Agung. MA menjamin bahwa dalam menangani perkara judicial review Partai Demokrat ini akan independen,” tuturnya.
Persiapan 2024
Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan (BPOKK) Herman Khaeron mengakui percepatan Musyawarah Daerah (Musda) DPD Demokrat Banten diakui dilakukan demi lebih matang mempersiapkan Pemilu 2024.
Musda itu seharusnya berlangsung tahun 2022, namun kemudian dimajukan menjadi Oktober 2021.
Herman Khaeron mengaku baru 10 DPD yang menggelar musda. Hingga akhir tahun 2021, seluruh pengurus Demokrat tingkat provinsi ditargetkan selesai menggelar musda.”Tentu dengan persiapan yang matang, jauh dari perhelatan pemilu, tentu kita akan memiliki lebih banyak waktu, melakukan strategi, yang tentu akan di dibicarakan, kami sudah memiliki 10 program umum,” kata dia, di Hotel Horison Ratu, Kota Serang, Banten, Senin kemarin (11/10/2021).