Jakarta-Saatnya Rakyat Bicara. com

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia baru-baru ini menggelar Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) 2025 di Jakarta, sebuah forum strategis yang sarat dengan kritik tajam dan usulan kebijakan progresif dari daerah.
Dalam momen krusial menjelang Kongres Nasional ini, Ketua Umum Kadin Sulawesi Tenggara (Sultra), Bapak Anton Timbang, secara istimewa dipercaya untuk menyampaikan Pandangan Umum Kadin Daerah, yang merangkum aspirasi kolektif dari seluruh provinsi. Pandangan ini akan menjadi fondasi utama dalam perumusan rekomendasi kebijakan Muspimnas 2025.
Aspal Buton: Solusi Mandiri untuk Stop Defisit Impor Rp20 Triliun
Poin paling tegas yang disuarakan di hadapan pimpinan Kadin Pusat dan daerah adalah inisiatif nasionalisasi pemanfaatan Aspal Buton. Bapak Anton Timbang menekankan bahwa pemanfaatan sumber daya alam Buton bukan hanya masalah pembangunan infrastruktur, tetapi langkah penting menuju kemandirian fiskal dan kedaulatan sektor infrastruktur.

”Aspal Buton adalah solusi strategis untuk substitusi impor aspal minyak yang sangat memberatkan anggaran negara,” ujar Bapak Anton, seraya menyinggung fakta bahwa defisit APBN terbebani oleh impor aspal minyak hingga mencapai angka fantastis, sekitar Rp20 triliun per tahun.
Dengan dukungan investasi sebesar Rp1,49 triliun dari Badan Investasi Nasional (BIN) yang diproyeksikan menciptakan sekitar 3.450 lapangan kerja, Kadin Daerah mendesak Pemerintah untuk mempercepat dan mewajibkan penggunaan Aspal Buton dalam semua proyek pembangunan jalan, baik di tingkat nasional maupun regional. Langkah ini dinilai sebagai cara tercepat untuk mengurangi ketergantungan impor yang membebani kas negara.
Kesenjangan Fiskal: 90% Daerah Sakit, Kebijakan Pemotongan DBH Dianggap ‘Tidak Tepat’
Selain isu energi dan infrastruktur, Kadin Daerah menyoroti masalah struktural yang mengancam pemulihan ekonomi: kesenjangan fiskal daerah yang akut.
Data yang disampaikan Bapak Anton Timbang menunjukkan bahwa 90% atau 493 dari 552 daerah di Indonesia masih memiliki kapasitas fiskal rendah hingga sangat rendah, dengan tingkat ketergantungan pada dana transfer pusat mencapai 60% hingga 80%.
”Fakta ini mengindikasikan bahwa peran dunia usaha di banyak daerah belum tergarap optimal. Pemerintah daerah harus lebih proaktif membuka ruang kolaborasi dengan pelaku usaha untuk mendongkrak ekonomi lokal,” jelasnya.
Kritik keras ditujukan pada kebijakan pemotongan dana bagi hasil (DBH) daerah yang mencapai 40% hingga 50%. Menurut Kadin Daerah, kebijakan ini sangat tidak tepat diterapkan di saat pemulihan ekonomi nasional belum sepenuhnya stabil.
“Memotong dana transfer di tengah masa pemulihan ekonomi akan semakin menekan daerah yang sudah terlanjur bergantung pada bantuan dari pusat. Ini langkah kontraproduktif,” tegasnya.
Mendukung Revisi UU Kadin untuk Perkuat Jembatan Komunikasi
Di penghujung pandangannya, Kadin Daerah memberikan dukungan penuh terhadap rencana revisi Undang-Undang Kadin. Revisi ini didorong dengan tujuan menjadikan Kadin sebagai organisasi yang lebih adaptif, kuat, dan diakui sebagai kanal resmi utama bagi dunia usaha Indonesia.
“Revisi UU Kadin diharapkan dapat memperkuat posisi Kadin sebagai jembatan utama komunikasi dunia usaha dan pemerintah, sehingga kami dapat berperan lebih efektif dalam perumusan kebijakan ekonomi,” tutup Bapak Anton Timbang, menggarisbawahi pentingnya peran Kadin sebagai mitra strategis pemerintah dalam pemulihan dan penguatan ekonomi nasional.